Hai semuanya! Sebagai blogger teknologi, saya sering melihat betapa susahnya menemukan perusahaan yang berani melawan arus. Sekarang, hampir semua perusahaan berlomba-lomba menambahkan AI ke produk mereka, bahkan kalau cuma fitur kecil yang nggak penting. Tapi, tahukah kalian? Ada satu perusahaan yang beda banget: Vivaldi!
Saya sendiri cukup terkejut dengan pendirian Vivaldi. CEO-nya, Jon von Tetzchner, terang-terangan menolak tren integrasi AI generatif ke browser web. Menurut beliau, ini bukan karena kebutuhan pengguna, tapi lebih karena hype semata. Saya setuju banget! Banyak perusahaan cuma ikut-ikutan, karena AI lagi populer. Mereka lupa esensi internet: penjelajahan dan rasa ingin tahu.
Vivaldi: Memilih Manusia daripada Hype
Von Tetzchner mengatakan Vivaldi memilih untuk fokus pada manusia dan pengalaman browsing yang sesungguhnya, bukan sekadar mengejar tren AI. Mereka percaya bahwa integrasi AI yang tidak tepat justru bisa menghilangkan kegembiraan menjelajahi web. Bandingkan dengan Google, Microsoft, atau Mozilla yang berlomba-lomba menambahkan fitur AI ke browser mereka. Microsoft bahkan sudah meluncurkan fitur AI di Microsoft Edge. Tapi Vivaldi? Tidak.
Kenapa? Bukan hanya karena Vivaldi nggak mau, tapi juga karena para penggunanya sendiri nggak menginginkan AI di browser! Von Tetzchner bilang, feedback yang diterima menunjukkan mayoritas pengguna menolak browser yang didukung AI. Beliau bahkan membandingkannya dengan kurasi konten algoritmik di media sosial yang membatasi otonomi pengguna.
Vivaldi dan AI: Bukan Musuh, Tapi Bukan Sahabat Juga
Jangan salah paham, Vivaldi bukan anti-AI sepenuhnya. Mereka menggunakan AI untuk layanan terjemahan di browser, tapi data pengguna tetap aman. Von Tetzchner mengakui manfaat AI untuk hal-hal tertentu, seperti riset atau pengenalan pola, tapi tetap menilai integrasi AI ke browser saat ini negatif.
Menurut saya, inti pemikiran Vivaldi ini sangat menarik. Mereka menunjukkan bahwa teknologi, termasuk AI, harus diterapkan secara bijak dan bermanfaat bagi pengguna, bukan sekadar ikut-ikutan tren. Ingin pakai AI? Silakan pakai Vivaldi untuk akses ChatGPT, Gemini, atau chatbot lainnya. Tapi jangan harap menemukan fitur chatbot bawaan di Vivaldi.
Kesimpulannya, di tengah banyaknya perusahaan yang berbondong-bondong menggunakan AI, Vivaldi menawarkan angin segar. Mereka mengingatkan kita untuk fokus pada pengalaman pengguna, bukan hanya sekadar fitur canggih. Sikap mereka ini sangat patut diacungi jempol dan memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana teknologi seharusnya dikembangkan dan digunakan.
Nah, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju dengan pendekatan Vivaldi ini? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar ya!